Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur – Kesadaran masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) atas pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, telah diakui banyak pihak.
Bahkan, salah satu desa di Kukar, yakni Desa Muara Siran dijadikan sebagai percontohan, di mana secara tidak langsung masyarakatnya ikut serta mengurangi emisi karbon di Kalimantan Timur (Kaltim).
Terkait hal itu, Wakil Bupati Kukar, Rendi Solihin, mengajak seluruh pihak untuk terlibat aktif dalam upaya pelestarian lingkungan.
Menurut Rendi, apa yang dilakukan masyarakat Desa Muara Siran, merupakan gambaran kesadaran yang patut diapresiasi dan dicontoh oleh desa-desa lainnya.
Rendi menilai, desa-desa di Kukar memiliki keunggulan dan keunikan masing-masing yang bisa ditonjolkan.
“Kita punya beragam keunggulan dan keunikan yang bisa menjadi daya tarik untuk memajukan desa masing-masing. Artinya banyak peluang, dan banyak cara, seperti yang dilakukan masyarakat di Desa Muara Siran,” jelas Rendi.
Terkait dengan pelestarian lingkungan, Rendi mengatakan ini menjadi modal utama agar alam, maupun hutan dapat tetap terjaga sebagai warisan untuk anak cucu nanti.
“Kita tidak ingin anak kita, atau cucu kita nanti tidak bisa lagi menikmati keasrian dan keindahan alam. Hal ini jangan sampai terjadi,” ucap Rendi.
“Maka dari itu, selagi kita masih punya hutan, masih punya sumber daya alam, mari sama-sama dijaga. Jangan hanya kami (pemerintah), tapi masyarakat juga harus ikut serta, seperti apa yang dilakukan warga Desa Siran,” sambungnya.
Sebagaimana diketahui, Desa Muara Siran di Kecamatan Muara Kaman, beberapa waktu lalu menjadi salah satu desa yang di sambangi oleh program Forest Carbon Partnership Facility – Carbon Fund (FCPF-CF).
Kunjungan tersebut tak lain untuk melihat program penurunan emisi korban di Kaltim.
Diketahui, Desa Muara Siran yang memiliki luas wilayah mencapai 42,201 hektare, 80 persen wilayahnya merupakan hutan rawa sekunder atau gambut, dan sungai-sungai kecil.
Dipilihnya Desa Muara Siran tak terlepas dari kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian hutan.
Hutan di Muara Siran dulunya merupakan daerah langganan kebakaran, namun kini wilayah tersebut telah berubah menjadi salah satu destinasi wisata di Kaltim.
Masyarakat di Desa Muara Siran berprofesi sebagai nelayan, petani sarang walet, termasuk beternak kerbau di area sungai dan danau, serta pembuat arang.
Aktivitas mata pencarian masyarakat secara tidak langsung turut serta menjaga hutan di sekitar Desa Muara Siran.
Salah satunya terkait dengan sarang burung walet yang dibangun di pinggir hutan.
Dengan adanya sarang burung walet di pinggiran hutan, masyarakat juga turut tergerak dan peduli dengan kondisi hutan.
Desa Muara Siran ini adalah contoh, di mana masyarakatnya tergerak untuk melindungi hutan.
Jadi, ini dilakukan masyarakat secara mandiri, dan karena itulah beberapa program FCPF-CF dibawa ke Muara Siran.
Apa yang telah dilakukan masyarakat menurutnya cukup berhasil menahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Terhitung, sejak 2015 sudah tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan di sekitar Desa Muara Siran.
Keterkaitannya dengan FCPF-CF, ini menjadi bukti masih ada masyarakat yang tergantung dengan hutan, lalu masih ada masyarakat yang melindungi hutan, dan ini menjadi bukti Kaltim bisa mengurangi emisi karbon.
Seiring berjalannya waktu, Desa Muara Siran menjadi desa wisata dengan memanfaatkan kondisi alam, aktifitas masyarakat, budidaya ikan dan usaha sarang walet.
Luasan wilayah dan potensi Desa Muara Siran, terdiri kawasan perlindungan inti seluas 14.045,95 ha, ekowisata Gambut 13.133,40 ha, pemanfaatan kayu 2.975,49 ha, kehutanan masyarakat 8.171,79 ha, Danau Siran 1.471,06 ha, pusat pendidikan Gambut 2.719,32 ha.
Lalu, kawasan peternakan 258,62 ha, kebun energi 2.522,49 ha, cagar alam 4.815,54 ha, agroforestry 819,38 ha, pertanian semusim 550,49 ha dan rencana pemukiman 301,12 ha, sungai 401,40 ha serta pemukiman 14,95 ha.