Samarinda, Kalimantan Timur – Kecelakaan kapal memang kerap terjadi di Indonesia terutama di sungai Kalimantan dari pemeriksaan yang dilakukan panel ahli mahkamah pelayaran Indonesia faktor human error atau kesalahan manusia (abk kapal) menjadi faktor yang sering ditemukan.
Hal itu dikatakan saat mahkamah pelayaran menggelar sosialisasi pemeriksaan kecelakaan kapal dalam rangka keselamatan pelayaran kepada seluruh stakeholder yang ada di Kalimantan di Hotel Aston Samarinda, Selasa (26/9/2023).
Panel ahli mahkamah pelayaran Indonesia, Suhidman mengatakan 90 persen kecelakaan kapal di Indonesia karena kelalaian manusia itu sendiri. Untuk itu pihaknya akan menganalisa dan memeriksa serta memberikan informasi kepada seluruh stakeholder yang hadir untuk menciptakan zero accident.
“Disini kita akan berdiskusi untuk mendapatkan solusinya, sehingga human error ini bisa kita tekan, kalo bisa dibawah sampai 50 persen, karena disini karakteristik pelayaran sungai yang kebanyakan hilir mudik adalah membawa batu bara. Sehingga diperlukan keterampilan khusus pelaut,” kata Suhidman.
Dikatakannya lebih lanjut, daerah Samarinda juga termasuk wilayah yang paling tinggi untuk kecelakaan kapal selain Maluku dan Papua.
“Samarinda rawan kecelakaan kapal, kebanyakan dari COC yang mengalami kecelakaan adalah tingkat ant 4 ini kita harus ketahui maka ant 4 kita ajarkan, sehingga kita perlu berdiskusi dengan dunia pendidikan perlu keterampilan khusus, yang mungkin kita tekan untuk mendekati zero accident,” ucapnya.
Sementara itu, panel ahli hukum Adi Karsyaf mengatakan untuk melakukan pelayaran harus memperhatikan unsur-unsurnya dari manajemen kepelabuhan dan yang paling penting dokumen kelayakan kapal, muatan kapal dan awak kapal.
“Pelayaran itu wajib membuat suatu manajemen pelayaran, semuanya terkait dimulai dari antara manajemen dan kapal harus tersambung maka dibentuk sekarang itu penghubung DPA, jadi unsur-unsur yang kita sosialisasikan dapat dimengerti semua stakeholder,” kata Adi
“Suatu kapal sering terjadi kecelakaan kapal karena kurang memperhatikan alur pelayaran. Siapa saja yang memeperhatikan, tidak hanya nakhoda tetapi semua unsur mulai dari pengelola pelabuhan, pengelola kenavigasian, apalagi pengelola pelayaran harus mengerti semuanya,” tambahnya. (ad/aam)