Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menggelar Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Cita-cita, Capaian, dan Harapan Pendidikan Idaman Kutai Kartanegara” di Tenggarong, Sabtu (21/10/2023).
FGD ini bertujuan untuk meneroka peta jalan pendidikan yang bervisi, berkualitas, dan berkelanjutan serta meningkatkan pembangunan sumber daya manusia yang berakhlak mulia, unggul dan berbudaya.
Pelaksana tugas asisten bidang administrasi umum sekretariat daerah Kutai Kartanegara (Kukar), Dafip Hariyanto membuka secara resmi FGD ini mewakili Bupati Kukar, Edi Damansyah. Dalam sambutannya, ia menyampaikan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan di daerahnya.
“Beberapa hal yang mungkin bisa saya sampaikan dalam kesempatan ini antara lain adalah standar pelayanan minimal bidang pendidikan belum tercapai, penerapan kurikulum merdeka secara utuh belum maksimal, rendahnya motivasi meningkatkan kompetensi guru, dan infrastruktur sekolah,” ujar Dafip.
Ia menjelaskan bahwa standar pelayanan minimal bidang pendidikan mengacu pada Permendikbudristek Nomor 32 Tahun 2022 tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal Pendidikan. Namun, masih banyak capaian yang jauh dari harapan, baik itu berkaitan dengan kualitas dan pemerataan layanan, standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan, maupun hal-hal lainnya yang menjadi parameter capaian SPM Pendidikan.
Selain itu, ia juga menyoroti kurangnya pemahaman dan penerapan kurikulum merdeka oleh para guru. Kurikulum merdeka adalah kurikulum yang berlaku saat ini yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya. Namun, dalam prakteknya masih banyak guru yang menerapkan cara-cara lama dalam proses belajar mengajar di sekolah karena merasa tidak siap untuk keluar dari zona nyamannya selama ini.
“Rendahnya motivasi meningkatkan kompetensi guru juga menjadi persoalan di dunia pendidikan kita. Hal ini banyak saya temukan terutama bagi guru-guru yang secara usia sudah mendekati masa usia pensiun. Ketika diminta untuk meningkatkan kompetensinya, alasan yang disampaikan adalah ‘saya mau pensiun’. Hal-hal semacam ini tentu saja akan terus menjadi persoalan karena tidak sedikit jumlah guru yang dari segi usia sudah hampir mendekati usia pensiun, sementara kita tidak mungkin terus menunggu, sementara di sisi lain kita juga tidak mudah untuk merekrut guru baru,” tutur Dafip.
Ia juga mengungkapkan bahwa infrastruktur sekolah menjadi hal mendasar untuk dapat menjalankan proses pendidikan di sekolah dengan baik, aman dan nyaman. Untuk itu, pendataan akan kondisi infrastruktur sekolah secara mendetail menjadi penting untuk dapat mengatasi persoalan tersebut. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sangat berkomitmen untuk hal ini.
“Itu adalah secuil permasalahan dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam dunia pendidikannya. Masih banyak hal-hal lain yang tidak saya ungkapkan di sini, tapi jelas hal tersebut sudah pernah dan sering saya sampaikan kepada para pihak yang menjadi stakeholder utama dalam bidang pendidikan di Kutai Kartanegara ini,” imbuh Dafip.
Oleh karena itu, ia berpesan agar permasalahan-permasalahan tersebut dan permasalahan-permasalahan lain yang seringkali disampaikan dalam banyak kesempatan bisa menjadi perhatian utama dan prioritas bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Kartanegara.
Ia menekankan bahwa hal itu perlu untuk segera dituntaskan mengingat tantangan ke depan jauh akan lebih besar, mengingat Kutai Kartanegara akan segera menjadi daerah mitra dari Ibu Kota Negara (IKN). Kutai Kartanegara pada akhirnya akan menjadi salah satu tujuan migran dari banyak penduduk dari provinsi, atau kabupaten/kota lain untuk meraih peruntungannya di IKN dan sekitarnya.
“Artinya, kompetisi akan kompetensi dan kualifikasi seseorang akan semakin keras dan ketat. Jika kita tidak bersiap mulai sekarang, maka bisa dipastikan, orang lainlah yang akan merebut peluang dan kesempatan itu, dan kita akan mengulang sejarah buruk bahwa ada banyak penduduk asli di suatu daerah yang maju dan modern tetapi mereka hanya sebatas menjadi penonton saja. Tentu kita tidak mau itu terjadi di Kutai Kartanegara,” pungkas Dafip.(ADV/Diskominfo Kukar)