Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur – Alih fungsi lahan akibat pertambangan batu bara terus menggerus area pertanian di Desa Bhuana Jaya, Kecamatan Tenggarong Seberang. Jika sebelumnya luas sawah di desa ini mencapai lebih dari 700 hektare, kini jumlahnya jauh berkurang.
Meski menghadapi tantangan besar, para petani setempat terus beradaptasi agar tetap bisa bertani.
Plt. Sekretaris Desa Bhuana Jaya, Heriansyah, mengungkapkan bahwa ekspansi perusahaan tambang telah membawa perubahan besar dalam struktur pertanian desa. Banyak lahan yang sebelumnya subur kini berubah menjadi wilayah industri, memaksa petani mencari alternatif untuk tetap bertahan.
“Dengan adanya perusahaan tambang, sawah-sawah ada yang dialihfungsikan. Jadi otomatis lahan pertanian pun berkurang,” ujarnya, pada Jumat (14/3/2025).
Namun, kondisi ini tidak membuat para petani menyerah. Mereka mulai memanfaatkan lahan yang masih tersisa, bahkan berinovasi dengan mengelola area rawa-rawa yang sebelumnya tidak produktif.
“Rawa-rawa yang dulu nggak bisa dirawat, sekarang mulai bisa dikelola lagi menjadi lahan pertanian,” kata Heriansyah.
Selain itu, penggunaan teknologi pertanian modern juga mulai diterapkan untuk meningkatkan efisiensi panen. Jika sebelumnya satu hektare sawah membutuhkan waktu hingga tiga hari untuk dipanen secara manual, kini dengan bantuan mesin, panen bisa selesai hanya dalam satu hari. Bahkan, proses panen kini bisa dilakukan pada malam hari.
“Kalau dulu panen cuma bisa sore karena mengandalkan tenaga manusia, sekarang pakai mesin, jadi lebih cepat,” tambahnya.
Namun, tantangan lain masih dihadapi petani setelah masa panen, terutama dalam proses pengeringan gabah. Banyak petani yang masih mengandalkan lantai jemur tradisional, bahkan harus menjemur hasil panen di halaman rumah.
Terakhir, mereka berharap ada bantuan alat pengering untuk meningkatkan kualitas hasil panen.
“Kami pernah usulkan pengadaan mesin pengering, tapi sampai sekarang belum terealisasi,” pungkasnya. (ADV Diskominfo Kukar/ dp-as)