Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur – Di sudut tersembunyi Kutai Kartanegara, Desa Kayu Batu, Kecamatan Muara Muntai, Kutai Kartanegara, pernah menjadi nama yang jarang terdengar. Sebuah wilayah terpencil yang nyaris terlupakan di antara hutan dan sungai-sungai besar. Namun, di tahun 2024, segalanya berubah. Satu menara kecil berdiri tegak di belakang sebuah sekolah dasar yang baru dibangun, memancarkan sinyal harapan yang lama dinantikan oleh ratusan warga. Menara repeater itu, kini menyatukan Desa Kayu Batu dengan dunia luar, setelah bertahun-tahun terkunci dalam isolasi digital.
Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah, adalah sosok di balik upaya besar ini. Dengan semangat yang tak kenal lelah, ia menginisiasi Program Pemantapan Konektivitas Wilayah yang juga bertujuan menghapus “blank spot” — istilah teknis untuk area yang tidak terjangkau sinyal telekomunikasi. Tak butuh waktu lama bagi Edi dan jajarannya mengentaskan persoalan tersebut. Hingga akhirnya hanya tersisa daerah-daerah dengan kategori lemah sinyal di kabupaten ini.
Maka, pada 2024 ini, bergulir lah pembangunan menara repeater di sembilan desa pada tahun 2024. Salah satunya adalah Kayu Batu, sebuah desa yang selama ini tenggelam dalam bayang-bayang lemah sinyal.
“Desa Kayu Batu sudah on, baru minggu ini aktif,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kukar, Solihin, dengan nada puas. “Warga sudah bisa menikmati sinyal, bahkan sudah ada yang bisa melakukan video call,” tambahnya, menggambarkan kemajuan yang signifikan. Menara repeater ini bukan sekadar teknologi yang memancar dari tanah desa, tetapi simbol perubahan besar bagi masyarakat setempat.
Desa yang Terkurung Tanpa Sinyal
Bagi Kepala Desa Kayu Batu, Andri Sofyandani, perubahan ini terasa seperti keajaiban yang tak pernah ia bayangkan. Sebelumnya, warga desa hidup dalam keterasingan digital. Mereka harus berjalan jauh menuju kuburan desa, satu-satunya tempat di mana sinyal ponsel bisa dideteksi, meskipun sangat lemah. “Kami sering kali harus ke dekat kuburan untuk sekadar mendapat sinyal,” ungkap Andri, diwawancara via telepon.
Kini, berkat menara repeater yang berdiri kokoh di RT 7, lebih dari seratus kepala keluarga di desa tersebut bisa menikmati sinyal 4G. Meskipun belum sempurna, aplikasi seperti WhatsApp sudah berfungsi dengan baik. Ini adalah sebuah lompatan besar bagi mereka yang selama ini hidup tanpa akses komunikasi yang layak.
Namun, tidak semuanya sempurna. “Untuk aplikasi yang lebih berat seperti Facebook dan YouTube, masih ada kendala karena jaringan belum kuat,” tambah Andri. Meski demikian, nada kepuasan tetap terdengar dari penuturannya. Warga Kayu Batu, untuk pertama kalinya, bisa merasakan kenyamanan terhubung dengan dunia luar tanpa perlu berjalan ke kuburan desa.
Sinyal bukanlah satu-satunya hal baru di Desa Kayu Batu. Tepat di belakang SD Negeri yang baru didirikan, menara repeater itu berdiri sebagai simbol sinergi antara kemajuan teknologi dan pendidikan. Bagi Andri, lokasi menara ini sangat strategis. Anak-anak sekolah, yang selama masa pandemi harus berjuang dengan tugas-tugas daring tanpa akses internet, kini bisa belajar dengan lebih mudah.
“Kebetulan menara ini berdiri di tanah hibah yang sebelumnya diberikan kepada Dinas Pendidikan,” jelas Andri. “Lokasinya sangat tepat, karena sinyal internet akan sangat mendukung kegiatan belajar-mengajar di sekolah ini.” Meski baru satu menara, harapan besar bahwa sinyal ini akan merambat ke seluruh sudut desa masih menggantung. Beberapa bagian desa masih belum terjangkau, namun aspirasi ini telah disampaikan ke pemerintah daerah.
Desa Kayu Batu hanyalah salah satu contoh dari sembilan desa yang menjadi prioritas pembangunan menara repeater pada tahun 2024. Program “Daerah Bebas Blank Spot” yang digagas oleh pemerintah Kutai Kartanegara terus menunjukkan hasil nyata. Desa-desa lain seperti Sungai Bawang di Kecamatan Muara Badak juga menjadi fokus perhatian, dengan pembangunan menara yang dijadwalkan akan aktif dalam beberapa pekan mendatang.
“Dari 23 titik blank spot di Kutai Kartanegara, seluruhnya sudah kita atasi. Fokus kita sekarang beralih ke daerah-daerah yang sinyalnya masih lemah,” ungkap Solihin, memberikan gambaran lebih luas tentang proyek ambisius ini. Tidak hanya desa-desa besar yang menjadi target, tetapi juga dusun-dusun terpencil yang tersebar di wilayah Kutai Kartanegara.
Untuk dusun-dusun kecil yang belum tersentuh menara repeater, Diskominfo sementara mengatasi dengan layanan internet via Starlink, teknologi satelit yang mampu menyediakan akses internet di lokasi-lokasi terpencil. “Kami menggunakan Starlink sebagai solusi sementara, sambil menunggu pembangunan menara repeater tahun depan,” kata Solihin. Dengan langkah-langkah tersebut, Diskominfo berkomitmen untuk menutup setiap celah yang masih tersisa di peta sinyal telekomunikasi Kutai Kartanegara.
Pembangunan menara repeater di desa-desa terpencil seperti Kayu Batu bukan hanya soal membuka akses komunikasi. Ini juga tentang bagaimana teknologi bisa menjadi alat untuk membangun ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup. Di Desa Kayu Batu, sinyal yang kini tersedia memungkinkan masyarakat untuk terhubung dengan pasar luar, berkomunikasi dengan keluarga yang jauh, dan bahkan membuka peluang wisata.
Upaya pemerintah daerah dalam menghadirkan sinyal ke desa-desa terpencil ini bukanlah hal kecil. Pembangunan menara repeater di sembilan desa tahun ini adalah bagian dari rencana yang lebih besar untuk menghubungkan seluruh wilayah Kutai Kartanegara. Dari Desa Kayu Batu yang kini bisa menikmati sinyal 4G, hingga dusun-dusun terpencil yang masih menunggu giliran, perjalanan menuju daerah yang bebas dari blank spot terus berlanjut.
Selain Desa Kayu Batu dan Sungai Bawang, tujuh desa lain yang dibangunkan menara repeater pada 2024 ini meliputi Dusun Tanjung Berukang Desa Sepatin, Kecamatan Anggana; Desa Rebak Rinding, Desa Perian, Kecamatan Muara Muntai; Desa Santan Ulu, Desa Santan Tengah, Kecamatan Marang Kayu; Desa Wisata Sungai Bawang, Kecamatan Muara Badak; Dusun Sungai Tempurung Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana; dan Dusun Malong Desa Lamin Telihan, Kecamatan Kenohan.
Dengan berdirinya menara-menara ini, harapan baru terbit di setiap sudut desa yang dulunya tenggelam dalam keterisolasian. Teknologi kini hadir bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi sebagai penggerak perubahan yang lebih luas, menghubungkan, memberdayakan, dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat di ujung-ujung Kutai Kartanegara. (AdminPena)