Beranda Daerah KOBRA, Manfaatkan Limbah Sawit Jadi Alternatif Energi di Dapur

KOBRA, Manfaatkan Limbah Sawit Jadi Alternatif Energi di Dapur

23
0
BERBAGI

Balikpapan, Kalimantan Timur – Tim Riset dari Institut Teknologi Kalimantan (ITK) dan BRIN bersama Yayasan Mitra Hijau berkolaborasi dalam inovasi Kompor Berbasis Biobriket Alternatif (KOBRA). Inovasi ini pun jadi jawaban untuk penggunaan kompor dengan memanfaatkan limbah sawit yang melimpah di Kalimantan Timur.

Ketua tim Riset Kobra, Yunita Triana memaparkan, biobriket atau bahan bakar untuk kompor ini berasal dari limbah kelapa sawit, lalu direkatkan dengan limbah kulit singkong. Ide memanfaatkan limbah kelapa sawit ini berasal dari potensi limbah yang ada di Kalimantan Timur.
“33 Persen produksi kelapa sawit di Indonesia itu berasal dari Kalimantan Timur,” kata dia dalam diseminasi Kobra pada Kamis, 5 Juni 2025.

Dia menambahkan, limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) bisa mencapai hampir 17 juta ton per tahun. Sedangkan, limbah pelepah kelapa sawit (PKS) bisa mencapai 10-15 ton per hektare dalam setahun. Di Kalimantan Timur sendiri ada 1,3 juta hektare lahan sawit. Maka dari itu, suplainya akan lebih mudah.

Lebih lanjut, Yunita memaparkan cara kerja kompor, setelah biobriket sudah dibuat. Jadi, biobriket awalnya akan terbakar mudah dalam tungku dan menghasilkan panas di tungku. Lalu, alat Thermoelectric Generator (TEG) yang dipasang di kompor, itu akan mengubah energi panas menjadi listrik yang akan menggerakkan kipas. Nah, kipas ini akan memaksimalkan nyala briket.

“Jadi, tidak perlu capek-capek mengipas-ngipas kompor lagi begitu,” sambung dia.

Kompor ini, bisa hemat energi hingga 437,562 kwh per tahun dengan biaya produksi sekitar Rp350 ribu. Inovasi ini pun tidak berhenti. Masih bisa ada pengembangan dengan memanfaatkan tenaga surya. Inovasi ini pun menjadi jawaban alternatif kompor yang praktis dan juga solusi dari menumpuknya limbah sawit. Tim inovasi riset ini, tidak hanya dilakukan Yunita sendiri. Dia memiliki tim yang terdiri dari mahasiswa dan juga dosen. Anggota dosen periset yaitu Riza Hudayarizka, Widi Astuti, dan Riza Hadi Saputra. Selain itu, juga ada anggota periset dari mahasiswa ITK yaitu M Bintang Adiputra, M Ihsan Noor Isnan, Yosua Situmeang, Yurischa Deify Utami, dan Hana Fadhillah.

Dalam inovasi ini, Yayasan Mitra Hijau (YMH) turut berkolaborasi. Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau Dicky Edwin memaparkan, di bidang bioenergi ini, Indonesia punya potensi 57 gigawatt. Namun hingga 2022, yang termanfaatkan baru 2.284 megawatt atau sekitar 2 gigawatt. Penemuan ini, jadi harapan untuk pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).

Sedangkan, kondisi iklim saat ini kian mengkhawatirkan. Bumi makin panas. Pada September 2023 dinobatkan jadi hari terpanas di dunia. Lalu, rekor itu terpecahkan pada 2024.

“Apakah rekor ini akan dipecahkan, pada 2025?” sambungnya.

Dari peningkatan suhu ini berdampak pada bencana iklim. Dicky menjelaskan, pada data sepanjang 2023 misalnya, di Indonesia ada sekitar 5.400 bencana terjadi. Gempa bumi terjadi 31 kali dan empat kali letusan gunung merapi. Sisa bencana lain adalah bencana iklim seperti kebakaran hutan, banjir, longsor, kekeringan, cuaca ekstrem, dan sebagainya.

Artinya, hal ini mengkhawatirkan. Sehingga, perlu langkah pasti untuk membuat dunia bekerja dengan energi-energi ramah lingkungan. Maka dari itu, inovasi seperti Kobra menjadi oase bagi kondisi iklim saat ini. Juga jadi alternatif agar ketergantungan energi tidak hanya berasal dari energi fosil saja.(AdminPena)

Sumber: Yayasan Mitra Hijau

Share Now

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here